GUNUNG SLAMET
Gunung Slamet merupakan
sebuah gunung api kerucut dengan ketinggian 3.428 meter dpl. Letaknya
berada di Pulau Jawa, Indonesia. Gunung Slamet terletak di antara 5 kabupaten, yaitu Kabupaten Brebes,
Kabupaten Banyumas, Kabupaten Purbalingga, Kabupaten Tegal,
dan Kabupaten Pemalang, Provinsi Jawa Tengah. Dengan
koordinat posisi di Bumi 7°14′30″LS,109°12′30″BT.
Gunung Slamet merupakan gunung tertinggi di Jawa Tengah serta kedua tertinggi
di Pulau Jawa
setelah Gunung Semeru.
Sebagaimana gunung api lainnya yang berada di Pulau Jawa
dan Sumatera, Gunung Slamet terbentuk akibat pertemuan 2 buah lempeng, yaitu Lempeng Indo-Australia (lempeng samudera) dan Lempeng Eurasia
(lempeng benua). Gunung Slamet sendiri
merupakan hasil subduksi yang terjadi pada Zona subduksi pada selatan Pulau
Jawa. Yang kemudian akibat dari pergerakan lempeng tersebut, terus menerus
melelehkan sebagian lempeng menjadi magma.
Magma kemudian naik ke permukaan melewati rekahan pada lempeng dan
membentuk zona vulkanik atau gunung api.
Ukuran Gunung Slamet sebenarnya sangat luas, dan
menariknya, karakteristik gunung ini yang memiliki beberapa cyndercone atau
kerucut sinder disekitarnya. Daerah vulkanik Gunung Api Slamet di Jawa Tengah, Indonesia,
mempunyai tiga puluh lima kerucut sinder dalam area 90 km persegi di lereng
timur gunungapi ini. Kerucut sinder hadir baik secara tunggal maupun dalam
kelompok kecil dengan garis tengah alasnya berkisar antara 130 – 750 m dengan
nilai rata‑rata 430 m, dan tingginya
mencapai 250 m. Dalam area vulkanik ini, kerucut sinder tersebar pada radius 4
– 14 km dari kawah Gunung Slamet, dan terhimpun di antara Lintang 7°11’ –
7°16’S dan Bujur 109°15’ – 109°18’T. Bentuk morfologi kerucut sinder (Cynder
Cone) ini dapat teramati dengan peta topografi maupun penampakan morfologi
bukit‑bukit kecil seperti pada gambar
berikut :

![]() |
| Gambar 1. Bentuk morfologi kerucut sinder daerah sekitar Gunung Slamet |
Sebagian besar kerucut sinder ini
muncul pada batuan sedimen Tersier sepanjang sistem sesar mengarah barat laut –
tenggara, dan pada rekahan radial. Di daerah ini, pola struktur kemungkinan
berhubungan dengan rekahan radial tersebut. Bagian permukaan kerucut sinder pada
umumnya tertutup endapan jatuhan piroklastika dan aliran lava Gunung Slamet. Endapannya
terdiri atas skoria berukuran kasar sampai bom balistik, tidak berlapis, dan permukaan
butirannya kadang‑kadang teroksidasi, terutama
pada butiran bom atau bongkah. Jenis bom tersebut umumnya berasal dari bom
skoria balistik. Jenis lain di antaranya bom kerakroti, bentuk biji almon, atau
bentuk terpilir (terpelintir). Semua kerucut sinder mengalami degradasi akibat
torehan pada lerengnya dan perubahan morfologi permukaannya. Akibat torehan ini
pula maka tidak mudah mengenalinya.
Catatan letusan diketahui sejak abad ke-19. Gunung ini
aktif dan sering mengalami erupsi skala kecil. Aktivitas terakhir adalah pada
bulan Mei 2009 dan sampai Juni masih terus mengeluarkan lava pijar. Sebelumnya
ia tercatat meletus pada tahun 1999. Maret 2014 Gunung Slamet menunjukkan
aktifitas dan statusnya menjadi Waspada. Berdasarkan data PVMBG, aktivitas
vukanik Gunung Slamet masih fluktuatif. Setelah sempat terjadi gempa letusan
hingga 171 kali pada Jumat 14 Maret 2014 dari pukul 00.00-12.00 WIB, pada
durasi waktu yang sama, tercatat sebanyak 57 kali gempa letusan. Tercatat pula
51 kali embusan. Pemantauan visual, embusan asap putih tebal masih keluar dari
kawah gunung ke arah timur hingga setinggi 1 km.
Gunung Slamet pernah mengalami letusan lumayan hebat pada
1988, ditandai dengan keluarnya abu vulkanik dan lava pijar dari kawah gunung.
Namun besar letusannya relatif kecil dan tetap tidak bisa dibandingkan dengan
letusan Merapi dan Kelud yang dahsyat.
Aktivitas vulkanik gunung Slamet memang tidak menentu.
Terkadang dalam setahun bisa beberapa kali menggeliat, namun dalam waktu lama
seperti “tertidur”. Berikut ini adalah daftar panjang sejarah letusan gunung
Slamet sejak tahun 1772:
·
1772 : Meletus untuk pertama kalinya, tepatnya pada tanggal
11-12 Agustus.
·
1835 : Pada September, selama dua hari, terjadi letusan abu.
·
1847 : Gunung Slamet mengalami peningkatan aktivitas vulkanik.
·
1849 : Pada tanggal 1 Desember, terjadi letusan abu. Kondisinya
mirip letusan Gunung Slamet pada Rabu (12/3) pagi tadi, pukul 06.53.
·
1860 : Pada 19 Maret dan 11 April, kembali terjadi letusan abu.
·
1875 : Pada Mei, Juni, November, dan Desember, terjadi letusan
abu.
·
1885 : Pada tanggal 21 – 30 Maret terjadi letusan abu.
·
1890 : Terjadi letusan abu.
·
1904 : Pada tanggal 14 Juli – 9 Agustus, terjadi letusan abu
dan lava.
·
1923 : Pada Juni, terjadi letusan abu dan lava.
·
1926 : Pada November, selama satu pekan, terjadi letusan abu dan lava.
·
1927 : Pada 27 Februari, terjadi letusan abu dan lava.
·
1928 : Terjadi beberapa kali letusan abu dan lava, yaitu pada tanggal 20
– 29 Maret dan 8 – 12 Mei.
·
1929 : Pada tanggal 6, 7 dan 15 Juni, terjadi letusan abu dan lava.
·
1930 : Letusan abu dan lava kembali terjadi pada tanggal 2 – 13 April.
·
1932 : Terjadi dua kali letusan abu dan lava, namun hanya berlangsung
singkat, masing-masing pada tanggal 1 Juli dan 12 September.
·
1934 : Gunung Slamet mengalami peningkatan aktivitas vulkanik.
·
1939 : Terjadi beberapa kali letusan abu dalam kurun waktu berbeda,
masing-masing pada tanggal 20 Maret, 30 April, 6 Mei, 15 Juli, dan 4 Desember.
·
1940 : Pada tanggal 15 – 20 Maret, serta 15 April, terjadi letusan abu.
·
1943 : Pada 18 Maret dan berlanjut pada 1 – 10 Oktober terjadi
peningkatan kegiatan, hujan abu, dan suara dentuman.
·
1944 : Pada tanggal 5 Januari, 30 Juni, selama Juli, dan 28 – 30 Oktober
terjadi peningkatan aktivitas vulkanik.
·
1948 : Pada 14 November terjadi peningkatan aktivitas vulkanik.
·
1949 : Kembali terjadi peningkatan aktivitas vulkanik.
·
1951 : Pada 11 Februari, 26 Juni, 2 Juli, 24 Agustus, Oktober, dan 30
Desember, Gunung Slamet terus mengalami peningkatan aktivitas vulkanik.
·
1952 : Terjadi peningkatan aktivitas vulkanik tepat di Tahun Baru, 1
Januari.
·
1953 : Terjadi letusan abu dan lava beberapa kali pada bulan Juli,
Agustus, dan Oktober.
·
1955 : Letusan abu dan lava terjadi lagi pada 12 – 13 November, 6
Desember, dan 16 Desember.
·
1957 : Pada tanggal 8 Februari, terjadi letusan abu.
·
1958 : Pada tanggal 17 April, 4 Mei, 6 Mei, 5 September, 13 September,
dan Oktober terjadi letusan abu dan lava.
·
1960 : Terjadi letusan abu pada Desember.
·
1961 : Letusan abu kembali terjadi pada bulan Januari, atau sebulan dari
letusan sebelumnya.
·
1966 : Terjadi letusan abu.
·
1969 : Selama tiga bulan, yaitu Juni – Agustus, terjadi letusan abu.
·
1973 : Pada Agustus, kawah Gunung Slamet menyemburkan lava.
·
1988 : Pada 12 – 13 Juli terjadi letusan abu dan lava.
·
1989 : Pada tanggal 9 – 31 Oktober terjadi peningkatan aktivitas
kegempaan.
·
1990 : Pada tanggal 20 Februari hingga 29 Maret kembali terjadi
peningkatan kegempaan.
·
1991 : Peningkatan aktivitas kegempaan terjadi pada tanggal 28 Juni
hingga 9 Juli.
·
1992 : Terjadi aktivitas kegempaan cukup lama, mulai 12 Maret hingga 4
April.
·
1999 : Gunung Slamet mengalami erupsi kecil
·
2009 : Terjadi erupsi kecil sepanjang Mei hingga Juni. Puncak gunung
mengeluarkan lava pijar, tetapi tertutup kabut dan teramati asap putih tipis-tebal
setinggi 25-1000 meter dari puncak.
·
2014 : Pada 10 Maret 2014, sekitar pukul 21.00, status Gunung Slamet
dinaikkan menjadi Waspada. Sehari kemudian, terjadi 450 kali letusan kecil.
Rabu, 12 Maret 2014, pukul 06.53, Gunung Slamet mengeluarkan letusan abu hitam
pekat.
Erupsi Gunung Slamet selama ini terlihat lemah
dibandingkan gunungapi aktif lainnya. Ukuran kantung magmanya diperkirakan
kurang dari sepersepuluh Gunung Merapi, juga pengisian material (magma)nya tidak
secepat merapi. Kandungan gas dalam magmanya juga rendah, sehingga tidak
menyebabkan letusan eksplosif. Letusan Gunung Slamet dikenal dengan nama
“strombolian“, yaitu letusan sinar pancaran api yang terlihat indah dimalam
hari.
Aktifitas ini justru dapat dinikmati bukan untuk ditakuti
asalkan mengikuti pentunjuk yang berwenang (PVMBG dan BNPB), yaitu diamati dari
jarak 4 Km atau lebih. Tentusaja selain berkah keindahan, abu vulkanik Gunung Slamet
inilah yang membuat tanah subur dan membuat terkenalnya teh‑teh poci dari Tegal.
Boleh dibilang, Gunung Slamet sudah sejak lama memberi kehidupan bagi warga di kaki gunung tersebut pada lima kabupaten sekaligus. Sejak zaman dahulu, kawasan kaki gunung Slamet telah dikenal oleh daerahnya yang sangat subur. Sehingga banyak sekali persawahan padi, perkebunan sayur dan hutan pinus baik milik swasta maupun pemerintah terdapat pada daerah tersebut.
Dan pada era modern, Gunung Slamet juga sangat membantu
menumbuhkan industri wisata di daerah-daerah yang mengelilinginya. Di kaki gunung ini
terletak kawasan wisata Baturraden yang
menjadi andalan Kabupaten Banyumas karena hanya berjarak sekitar 15 km dari Purwokerto. Ketika
Anda pelesir ke Pemandian Air Panas Guci, Kabupaten Tegal, objek wisata ini pun
berada di kaki gunung yang sama. Begitu pula jika Anda rehat di kawasan wisata
Moga, Kabupaten Pemalang, serta Perkebunan Teh Kaligua, Kecamatan Paguyangan,
Kabupaten Brebes. Semuanya berada di kaki Gunung Slamet. Dan masih banyak lagi
objek wisata lainnya.
Belum lagi Gunung Slamet cukup populer
sebagai sasaran pendakian meskipun medannya dikenal sulit. Sehingga semakin
banyak para wisatawan pendaki dari seluruh Indonesia maupun luar negeri yang
datang ke daerah ini. Jalur pendakian standar adalah dari Bambangan, Desa Kutabawa,
Kecamatan Karangreja, Purbalingga. Jalur populer lain adalah dari Baturraden
dan dari Desa Gambuhan, Desa Jurangmangu dan Desa Gunungsari di Kabupaten
Pemalang. Selain itu adapula jalur yang baru saja diresmikan tahun 2013 lalu,
yaitu jalur Dhipajaya yang terletak di Kabupaten Pemalang. Jalur pendakian
lainnya adalah melalui obyek wisata pemandian air panas Guci, Kabupaten Tegal.
Meskipun terjal, rute ini menyajikan pemandangan yang paling baik. Kawasan Guci
dapat ditempuh dari Slawi menuju daerah Tuwel melewati Lebaksiu.
Pendakian Gunung Slamet dikenal cukup
sulit karena hampir di sepanjang rute pendakian tidak ditemukan air. Pendaki
disarankan untuk membawa persediaan air yang cukup dari bawah. Faktor penyulit
lain adalah kabut. Kabut di Gunung Slamet sangat mudah berubah-ubah dan pekat.
Gunung Slamet memiliki cerita legenda yang turun temurun. Nama slamet
diambil dari bahasa Jawa yang artinya selamat. Nama ini diberikan karena
dipercaya gunung ini tidak pernah meletus besar dan memberi rasa aman bagi
warga sekitar. Menurut kepercayaan warga sekitar, bila Gunung Slamet sampai
meletus besar maka Pulau Jawa akan terbelah menjadi dua bagian.
Referensi :
2. Unknown. http://news.detik.com/read/2014/03/16/190137/2527320/10/gunung-slamet-letupkan-lava-pijar-statusnya-tetap-waspada?9911012. (Diakses pada tanggal 1 November 2015, pukul 17.00)
3. (https://rovicky.files.wordpress.com/2014/09/kerucutsilinder.jpg) (Diakses pada tanggal 1 November 2015, pukul 17.32)

