Rabu, 04 November 2015

GUNUNG SLAMET
Gunung Slamet merupakan sebuah gunung api kerucut dengan ketinggian 3.428 meter dpl. Letaknya berada di Pulau Jawa, Indonesia. Gunung Slamet terletak di antara 5 kabupaten, yaitu Kabupaten Brebes, Kabupaten Banyumas, Kabupaten Purbalingga, Kabupaten Tegal, dan Kabupaten Pemalang, Provinsi Jawa Tengah. Dengan koordinat posisi di Bumi  7°14′30″LS,109°12′30″BT. Gunung Slamet merupakan gunung tertinggi di Jawa Tengah serta kedua tertinggi di Pulau Jawa setelah Gunung Semeru.

Sebagaimana gunung api lainnya yang berada di Pulau Jawa dan Sumatera, Gunung Slamet terbentuk akibat pertemuan 2 buah lempeng, yaitu Lempeng Indo-Australia (lempeng samudera) dan Lempeng Eurasia (lempeng benua).  Gunung Slamet sendiri merupakan hasil subduksi yang terjadi pada Zona subduksi pada selatan Pulau Jawa. Yang kemudian akibat dari pergerakan lempeng tersebut, terus menerus melelehkan sebagian lempeng menjadi magma.  Magma kemudian naik ke permukaan melewati rekahan pada lempeng dan membentuk zona vulkanik atau gunung api.

Ukuran Gunung Slamet sebenarnya sangat luas, dan menariknya, karakteristik gunung ini yang memiliki beberapa cyndercone atau kerucut sinder disekitarnya. Daerah vulkanik Gunung Api Slamet di Jawa Tengah, Indonesia, mempunyai tiga puluh lima kerucut sinder dalam area 90 km persegi di lereng timur gunungapi ini. Kerucut sinder hadir baik secara tunggal maupun dalam kelompok kecil dengan garis tengah alasnya berkisar antara 130 – 750 m dengan nilai ratarata 430 m, dan tingginya mencapai 250 m. Dalam area vulkanik ini, kerucut sinder tersebar pada radius 4 – 14 km dari kawah Gunung Slamet, dan terhimpun di antara Lintang 7°11’ – 7°16’S dan Bujur 109°15’ – 109°18’T. Bentuk morfologi kerucut sinder (Cynder Cone) ini dapat teramati dengan peta topografi maupun penampakan morfologi bukitbukit kecil seperti pada gambar berikut :

Gambar 1. Bentuk morfologi kerucut sinder daerah sekitar Gunung Slamet
Sebagian besar kerucut sinder ini muncul pada batuan sedimen Tersier sepanjang sistem sesar mengarah barat laut – tenggara, dan pada rekahan radial. Di daerah ini, pola struktur kemungkinan berhubungan dengan rekahan radial tersebut. Bagian permukaan kerucut sinder pada umumnya tertutup endapan jatuhan piroklastika dan aliran lava Gunung Slamet. Endapannya terdiri atas skoria berukuran kasar sampai bom balistik, tidak berlapis, dan permukaan butirannya kadangkadang teroksidasi, terutama pada butiran bom atau bongkah. Jenis bom tersebut umumnya berasal dari bom skoria balistik. Jenis lain di antaranya bom kerakroti, bentuk biji almon, atau bentuk terpilir (terpelintir). Semua kerucut sinder mengalami degradasi akibat torehan pada lerengnya dan perubahan morfologi permukaannya. Akibat torehan ini pula maka tidak mudah mengenalinya.

Catatan letusan diketahui sejak abad ke-19. Gunung ini aktif dan sering mengalami erupsi skala kecil. Aktivitas terakhir adalah pada bulan Mei 2009 dan sampai Juni masih terus mengeluarkan lava pijar. Sebelumnya ia tercatat meletus pada tahun 1999. Maret 2014 Gunung Slamet menunjukkan aktifitas dan statusnya menjadi Waspada. Berdasarkan data PVMBG, aktivitas vukanik Gunung Slamet masih fluktuatif. Setelah sempat terjadi gempa letusan hingga 171 kali pada Jumat 14 Maret 2014 dari pukul 00.00-12.00 WIB, pada durasi waktu yang sama, tercatat sebanyak 57 kali gempa letusan. Tercatat pula 51 kali embusan. Pemantauan visual, embusan asap putih tebal masih keluar dari kawah gunung ke arah timur hingga setinggi 1 km.

Gunung Slamet pernah mengalami letusan lumayan hebat pada 1988, ditandai dengan keluarnya abu vulkanik dan lava pijar dari kawah gunung. Namun besar letusannya relatif kecil dan tetap tidak bisa dibandingkan dengan letusan Merapi dan Kelud yang dahsyat.

Aktivitas vulkanik gunung Slamet memang tidak menentu. Terkadang dalam setahun bisa beberapa kali menggeliat, namun dalam waktu lama seperti “tertidur”. Berikut ini adalah daftar panjang sejarah letusan gunung Slamet sejak tahun 1772:
·       1772 : Meletus untuk pertama kalinya, tepatnya pada tanggal 11-12 Agustus.
·       1835 : Pada September, selama dua hari, terjadi letusan abu.
·       1847 : Gunung Slamet mengalami peningkatan aktivitas vulkanik.
·       1849 : Pada tanggal 1 Desember, terjadi letusan abu. Kondisinya mirip letusan Gunung Slamet pada Rabu (12/3) pagi tadi, pukul 06.53.
·       1860 : Pada 19 Maret dan 11 April, kembali terjadi letusan abu.
·       1875 : Pada Mei, Juni, November, dan Desember, terjadi letusan abu.
·       1885 : Pada tanggal 21 – 30 Maret terjadi letusan abu.
·       1890 : Terjadi letusan abu.
·       1904 : Pada tanggal 14 Juli – 9 Agustus, terjadi letusan abu dan lava.
·       1923 : Pada Juni, terjadi letusan abu dan lava.
·       1926 : Pada November, selama satu pekan, terjadi letusan abu dan lava.
·       1927 : Pada 27 Februari, terjadi letusan abu dan lava.
·       1928 : Terjadi beberapa kali letusan abu dan lava, yaitu pada tanggal 20 – 29 Maret dan 8 – 12 Mei.
·       1929 : Pada tanggal 6, 7 dan 15 Juni, terjadi letusan abu dan lava.
·       1930 : Letusan abu dan lava kembali terjadi pada tanggal 2 – 13 April.
·       1932 : Terjadi dua kali letusan abu dan lava, namun hanya berlangsung singkat, masing-masing pada tanggal 1 Juli dan 12 September.
·       1934 : Gunung Slamet mengalami peningkatan aktivitas vulkanik.
·       1939 : Terjadi beberapa kali letusan abu dalam kurun waktu berbeda, masing-masing pada tanggal 20 Maret, 30 April, 6 Mei, 15 Juli, dan 4 Desember.
·       1940 : Pada tanggal 15 – 20 Maret, serta 15 April, terjadi letusan abu.
·       1943 : Pada 18 Maret dan berlanjut pada 1 – 10 Oktober terjadi peningkatan kegiatan, hujan abu, dan suara dentuman.
·       1944 : Pada tanggal 5 Januari, 30 Juni, selama Juli, dan 28 – 30 Oktober terjadi peningkatan aktivitas vulkanik.
·       1948 : Pada 14 November terjadi peningkatan aktivitas vulkanik.
·       1949 : Kembali terjadi peningkatan aktivitas vulkanik.
·       1951 : Pada 11 Februari, 26 Juni, 2 Juli, 24 Agustus, Oktober, dan 30 Desember, Gunung Slamet terus mengalami peningkatan aktivitas vulkanik.
·       1952 : Terjadi peningkatan aktivitas vulkanik tepat di Tahun Baru, 1 Januari.
·       1953 : Terjadi letusan abu dan lava beberapa kali pada bulan Juli, Agustus, dan Oktober.
·       1955 : Letusan abu dan lava terjadi lagi pada 12 – 13 November, 6 Desember, dan 16 Desember.
·       1957 : Pada tanggal 8 Februari, terjadi letusan abu.
·       1958 : Pada tanggal 17 April, 4 Mei, 6 Mei, 5 September, 13 September, dan Oktober terjadi letusan abu dan lava.
·       1960 : Terjadi letusan abu pada Desember.
·       1961 : Letusan abu kembali terjadi pada bulan Januari, atau sebulan dari letusan sebelumnya.
·       1966 : Terjadi letusan abu.
·       1969 : Selama tiga bulan, yaitu Juni – Agustus, terjadi letusan abu.
·       1973 : Pada Agustus, kawah Gunung Slamet menyemburkan lava.
·       1988 : Pada 12 – 13 Juli terjadi letusan abu dan lava.
·       1989 : Pada tanggal 9 – 31 Oktober terjadi peningkatan aktivitas kegempaan.
·       1990 : Pada tanggal 20 Februari hingga 29 Maret kembali terjadi peningkatan kegempaan.
·       1991 : Peningkatan aktivitas kegempaan terjadi pada tanggal 28 Juni hingga 9 Juli.
·       1992 : Terjadi aktivitas kegempaan cukup lama, mulai 12 Maret hingga 4 April.
·       1999 : Gunung Slamet mengalami erupsi kecil
·       2009 : Terjadi erupsi kecil sepanjang Mei hingga Juni. Puncak gunung mengeluarkan lava pijar, tetapi tertutup kabut dan teramati asap putih tipis-tebal setinggi 25-1000 meter dari puncak.
·       2014 : Pada 10 Maret 2014, sekitar pukul 21.00, status Gunung Slamet dinaikkan menjadi Waspada. Sehari kemudian, terjadi 450 kali letusan kecil. Rabu, 12 Maret 2014, pukul 06.53, Gunung Slamet mengeluarkan letusan abu hitam pekat.

Erupsi Gunung Slamet selama ini terlihat lemah dibandingkan gunungapi aktif lainnya. Ukuran kantung magmanya diperkirakan kurang dari sepersepuluh Gunung Merapi, juga pengisian material (magma)nya tidak secepat merapi. Kandungan gas dalam magmanya juga rendah, sehingga tidak menyebabkan letusan eksplosif. Letusan Gunung Slamet dikenal dengan nama “strombolian“, yaitu letusan sinar pancaran api yang terlihat indah dimalam hari.

Aktifitas ini justru dapat dinikmati bukan untuk ditakuti asalkan mengikuti pentunjuk yang berwenang (PVMBG dan BNPB), yaitu diamati dari jarak 4 Km atau lebih. Tentusaja selain berkah keindahan, abu vulkanik Gunung Slamet inilah yang membuat tanah subur dan membuat terkenalnya tehteh poci dari Tegal.

Boleh dibilang, Gunung Slamet sudah sejak lama memberi kehidupan bagi warga di kaki gunung tersebut pada lima kabupaten sekaligus. Sejak zaman dahulu, kawasan kaki gunung Slamet telah dikenal oleh daerahnya yang sangat subur. Sehingga banyak sekali persawahan padi, perkebunan sayur dan hutan pinus baik milik swasta maupun pemerintah terdapat pada daerah tersebut.

Gambar 2. Panorama Gunung Slamet dari desa Pandak, Kecamatan Baturraden, Banyumas
Dan pada era modern, Gunung Slamet juga sangat membantu menumbuhkan industri wisata di daerah-daerah yang mengelilinginya. Di kaki gunung ini terletak kawasan wisata Baturraden yang menjadi andalan Kabupaten Banyumas karena hanya berjarak sekitar 15 km dari Purwokerto. Ketika Anda pelesir ke Pemandian Air Panas Guci, Kabupaten Tegal, objek wisata ini pun berada di kaki gunung yang sama. Begitu pula jika Anda rehat di kawasan wisata Moga, Kabupaten Pemalang, serta Perkebunan Teh Kaligua, Kecamatan Paguyangan, Kabupaten Brebes. Semuanya berada di kaki Gunung Slamet. Dan masih banyak lagi objek wisata lainnya.

Belum lagi Gunung Slamet cukup populer sebagai sasaran pendakian meskipun medannya dikenal sulit. Sehingga semakin banyak para wisatawan pendaki dari seluruh Indonesia maupun luar negeri yang datang ke daerah ini. Jalur pendakian standar adalah dari Bambangan, Desa Kutabawa, Kecamatan Karangreja, Purbalingga. Jalur populer lain adalah dari Baturraden dan dari Desa Gambuhan, Desa Jurangmangu dan Desa Gunungsari di Kabupaten Pemalang. Selain itu adapula jalur yang baru saja diresmikan tahun 2013 lalu, yaitu jalur Dhipajaya yang terletak di Kabupaten Pemalang. Jalur pendakian lainnya adalah melalui obyek wisata pemandian air panas Guci, Kabupaten Tegal. Meskipun terjal, rute ini menyajikan pemandangan yang paling baik. Kawasan Guci dapat ditempuh dari Slawi menuju daerah Tuwel melewati Lebaksiu.
Pendakian Gunung Slamet dikenal cukup sulit karena hampir di sepanjang rute pendakian tidak ditemukan air. Pendaki disarankan untuk membawa persediaan air yang cukup dari bawah. Faktor penyulit lain adalah kabut. Kabut di Gunung Slamet sangat mudah berubah-ubah dan pekat.
Gunung Slamet memiliki cerita legenda yang turun temurun. Nama slamet diambil dari bahasa Jawa yang artinya selamat. Nama ini diberikan karena dipercaya gunung ini tidak pernah meletus besar dan memberi rasa aman bagi warga sekitar. Menurut kepercayaan warga sekitar, bila Gunung Slamet sampai meletus besar maka Pulau Jawa akan terbelah menjadi dua bagian.

Referensi :
1.     Mount Slamet continues spewing lava. The Jakarta Post. Edisi 4 Juni 2009.
3.  (https://rovicky.files.wordpress.com/2014/09/kerucutsilinder.jpg) (Diakses pada tanggal 1 November 2015, pukul 17.32)


Senin, 12 Oktober 2015

Batuan Piroklastik dan Jenis Endapannya





Batuan piroklastik adalah batuan yang tersusun oleh fragmen hasil erupsi volkanik secara eksplosif (Williams, Turner, Gilbert, 1954). Atau bisa juga kita artikan batuan piroklastik adalah batuan yang disusun oleh material-material yang dihasilkan oleh letusan gunung api. Fisher, 1984 menyatakan bahwa fragmen piroklastik merupakan fragmen "seketika" yang terbentuk secara langsung dari proses erupsi vulkanik. Magma yang dikeluarkan oleh gunung itu terhempas ke udara dengan kandungn material memiliki sifat fragmental, dapat berujud cair maupun padat.  Kemudian terendapkan dan terbatukan sebelum mengalami transportasi oleh air atau es. Dicirikan dengan adanya material piroklas yang dominan seperti gelas, kristal dan batuan volkanik. Selain itu butirannya menyudut dan porositasnya relatif tinggi. Dan setelah menjadi massa padat material tersebut disebut sebagai batuan piroklastik.

 
Gambar 1. Jenis endapan piroklastik

Berdasarkan proses pengendapannya, batuan piroklastik dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
1.       Piroklastik aliran.
Endapan piroklastik jatuhan ini dihasilkan dari erupsi eksplosif yang melemparkan material-material volkanik ke astmosfer dan jatuh di sekitar pusat erupsi.
Ciri-ciri yang nampak dari endapan ini adalah sortasi yang baik, kenampakan gradasi normal pada pumis maupun lithhic fragments. Contoh batuan
2.       Piroklastik jatuhan.
Fisher & Schmincke (1984) menyebutkan bahwa piroklastik aliran adalah aliran densitas partikel-partikel setengah padat dengan konsentrasi tinggi dan gas dalam keadaan panas yang dihasilkan oleh aktifitas volkanik. Aliran piroklastik melibatkan semua aliran pekat yang dihasilkan oleh letusan atau guguran lava baik besar maupun kecil. Proses pengendapannya sepenuhnya dikontrol oleh topografi daerah sekitar gunung api. Lembah dan depresi akan terisi oleh endapan tersebut.
Ciri-ciri yang nampak dari endapan ini adalah sortasi yang buruk dan jika ada pelapisan maka pada lithic fragments dijumpai gradasi normal sedangkan pada pumis dijumpai gradasi yang berlawanan.
3.       Piroklastik surge.
Piroklastik surge dibentuk secara langsung oleh erupsi freatomagmatik maupun freatik (base surge) dan asosiasinya dengan piroklastik aliran {ash cloud surge dan ground surge). Mekanismenya mirip dengan flow deposits, hanya saja material yang terbawa berada dalam gas atau padatan berkonsentrasi rendah. Tempat yang dilalui oleh pengendapan lapisan sangat tipis atau laminasi biasanya disebut sebagai bed set.
Dicirikan dengan melihat adanya perlapisan siang siur, dune, antidune, laminasi planar, baji dan bergelombang.

Referensi :
Gumyadi, G. 2014. Batuan Piroklastik. Sumber http://gemparbumi.blogspot.co.id/2012/05/batuan-piroklastik.html. Diakses pada 12 Oktober 2014.
Modul Bab Bab 3 : Batuan Piroklastik. Download Link : http://elisa.ugm.ac.id/user/archive/download/40384/d025fd0777d36d725d3a023f900a51cb